Asuransi Syariah untuk Keluarga

Oleh : Murniati Mukhlisin, Rektor Institut Agama Islam Tazkia/Pendiri Sakinah Finance dan Sobat Syariah

SALAH satu cara mengelola risiko di masa depan adalah dengan perlindungan asuransi.

Asuransi adalah perjanjian antara dua belah pihak yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis atau peserta asuransi yang membayar sejumlah premi (atau kontribusi, untuk asuransi syariah) kepada perusahaan asuransi untuk dapat diberikan manfaat. Adapun manfaat itu berupa:

a) penggantian atas kerugian, kerusakan, biaya yang timbul akibat kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum lain kepada pihak ketiga yang mungkin diderita pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti;

b) pembayaran manfaat atau santunan kepada ahli waris seseorang yang meninggal, atau seseorang yang kehilangan kemampuan tertentu disebabkan terjadinya suatu kejadian/risiko.

Manfaat atau santunan yang diberikan besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Terdapat berbagai macam produk asuransi, namun jika dilihat dari segi mekanisme pengelolaan terdapat dua jenis asuransi, yaitu asuransi syariah dan konvensional.

Berikut beberapa perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional:

1) Konsep umum

Dalam asuransi syariah terdapat sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerjasama antara satu dengan yang lainnya, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana sebagai kontribusi ke dalam tabung dana tabarru’. Sedangkan dalam asuransi konvensional terdapat perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.

2) Asal-usul

Asuransi syariah berasal dari istilah Al-Aqilah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. Kemudian disyahkan oleh Rasulullah menjadi hukum Islam, bahkan telah tertuang dalam konstitusi pertama di dunia (Konstitusi Madinah) yang dibuat langsung Rasulullah. Sedangkan asuransi konvensional berasal dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Dan tahun 1668 M di Coffee House London berdiri Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.

3) Posisi perusahaan

Pada asuransi konvensional, perusahaan berposisi sebagai penanggung risiko nasabah sekaligus pemilik dana dari premi yang dibayarkan dengan konsekuensi penggantian kerugian kepada pemegang polis. Disini perusahaan akan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin dengan meminimalisir risiko atau klaim. Pada asuransi syariah, perusahaan berposisi sebagai pengelola dana kontribusi peserta yang merupakan milik dari masyarakat atau pemegang polis.

4) Konsep pengelolaan

Pada asuransi konvensional, konsep pengelolaan asuransi menggunakan skema transfer risiko. Dimana segala bentuk risiko ekonomis pemegang polis dipindahkan dan dipertanggungjawabkan oleh perusahaan asuransi. Pada asuransi syariah, konsep pengelolaan asuransi menggunakan skema berbagi risiko. Dimana risiko yang terjadi atas salah seorang pemegang polis akan ditanggung bersama oleh semua pemegang polis, hal ini disebut dengan prinsip saling melindungi (takaful). Disini perusahaan asuransi sebagai perwakilan dari para pemegang polis yang akan mengelolanya sehingga diberikan upah (ujrah).

5) Surplus underwriting

Surplus underwriting merupakan selisih dari pengelolaan risiko (underwriting) atas dana kebajikan (tabarru’). Jumlah tersebut akan dikurangi dengan santunan, reasuransi, dan cadangan teknis. Surplus underwriting kemudian akan dikalkulasi dalam satu periode tertentu. Pada asuransi syariah, surplus ini nantinya akan dibagikan ke peserta sesuai dengan fitur dan akad produk yang disepakati. Sedangkan pada asuransi konvensional tidak mengenal istilah surplus underwriting, semua kelebihan dari selisih penggantian risiko menjadi hak milik perusahaan asuransi.

6) Keberadaan Dewan Pengawas Syariah

Pada asuransi konvensional tidak ada dewan pengawas syariah, sedangkan pada asuransi syariah wajib memiliki dewan pengawas syariah untuk mengawasi kesesuaian praktik dalam pengelolaan asuransi agar selalu memenuhi kaidah hukum syariah dan tidak melakukan hal-hal yang melanggar syariah seperti spekulasi (maysir), ketidakjelasan (gharar), dan rente (riba) dan menyakiti diri sendiri atau orang lain (dharar), kezaliman (dzalim), dan hal terlarang (haram).

7) Alokasi investasi

Kumpulan dari premi asuransi nasabah dapat dialokasikan perusahaan untuk berinvestasi, yang nanti keuntungannya dapat dibagikan kepada pemilik polis menurut kontrak atau akad produk yang disepakati. Pada asuransi konvensional tidak ada batasan kemana perusahaan akan menginvestasikan dana premi, sedangkan pada asuransi syariah, alokasi investasi hanya diperbolehkan pada perusahaan-perusahaan yang jelas kehalalannya dan sesuai syariah.

8) Sumber pembayaran klaim

Klaim asuransi syariah diperoleh dari rekening dana tabarru’, dimana peserta saling menanggung satu sama lainnya. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut, atau saling tolong menolong (ta’awun). Sedangkan klaim asuransi konvensional adalah dari rekening perusahan, sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung.

Ada dua hal yang perlu ditekankan ketika bicara soal produk dan jasa keuangan syariah, selalu ada unsur sosial (kepedulian) disamping unsur komersial (keuntungan). Di sinilah letak prinsip keseimbangan hidup (tawazun) seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT, salah satunya yaitu di dalam QS Al-Qashash (28): 77 bahwa kita diperintahkan untuk mencari pahala negeri akhirat dengan tidak melupakan bagian di dunia. Dari perbedaan yang ada di atas, jelas bahwa asuransi syariah memiliki nilai keseimbangan tersebut.

Dalam perencanaan keuangan keluarga, alokasi biaya asuransi syariah harus disiapkan. Hal ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan atas kurangnya dana darurat karena biaya yang tidak terduga dapat ditutupi dengan dana santunan asuransi syariah.

Kalaupun tidak ada dana santunan yang diterima selama masa kepesertaan, inilah saatnya menyadari bahwa kita sudah memberikan bantuan kepada orang lain (ta’awun, takaful) yang bukan sesuatu yang sia-sia.

Insya Allah, dengan membantu orang yang dalam kesulitan akan memberikan dampak snow-ball kepada kita sendiri, lihat QS Al-Baqarah (2): 261, dimana Allah SWT menjanjikan orang-orang yang berinfaq di jalan Allah dengan ganjaran berkali lipat. Wallahu a’lam bis-shawaab. Salam Sakinah! (Kompas.com)

 

https://money.kompas.com/read/2022/05/23/063700426/asuransi-syariah-untuk-keluarga?page=all#page2

Admin AnwarAsuransi Syariah untuk Keluarga